Selasa, 10 April 2012

Pertempuran Benteng Brest, Pertempuran Pertama Jerman VS Rusia Yang Paling Terkenal

Prajurit-prajurit Jerman di dekat Benteng Brest
 
Pertempuran Benteng Brest berlangsung tanggal 22-30 Juni 1941. Ia adalah salah satu pertempuran pertama dari Operasi Barbarossa. Benteng Brest, yang dipertahankan oleh Tentara Merah dalam menghadapi gempuran Wehrmacht, bertahan lebih lama dari yang diperkirakan dan menjadi simbol dari perlawanan Soviet selama berlangsungnya Perang Patriotik Akbar, bersanding dengan Moskow, Leningrad dan Stalingrad yang menandai awal dari akhir kedigdayaan mesin perang Nazi Jerman. Pada tahun 1965 benteng tersebut menerima penghargaan sebagai "Benteng Pahlawan" atas peristiwa heroik yang telah terjadi tahun 1941.

Latar Belakang
Wilayah di sekitar benteng Brest (yang dibangun pada abad ke-19) sendiri merupakan medan pertempuran Brześć Litewski pada tahun 1939, dimana Jerman merebutnya dari Polandia selama berlangsungnya kampanye di bulan September. Tapi kemudian, berdasarkan isi Pakta Non-Agresi Jerman-Soviet yang ditandatangani bulan Agustus 1939, Jerman harus merelakan wilayah tersebut jatuh ke tangan Soviet, bersama dengan 52% wilayah Polandia lainnya. Jadinya, pada tahun 1941 pihak Jerman harus kembali merebut benteng tersebut - kali ini dari tangan Komunis Soviet.

Jerman berencana untuk merebut kota Brest, bersama dengan bentengnya yang terkenal, karena dia berada di jalur Heeresgruppe Mitte (Angkatan Darat Tengah) selama berlangsungnya jam-jam pertama Operasi Barbarossa. Benteng dan kota tersebut sama-sama mengkontrol perlintasan di atas sungai Bug, juga jalur jalan dan kereta api Warsawa-Moskow.

Pihak Yang Berhadapan
Pasukan bertahan yang berkekuatan 3.500 orang terdiri atas prajurit biasa, penjaga perbatasan dan orang-orang NKVD. Prajurit reguler Soviet merupakan bagian dari Divisi Senapan ke-6 (di bawah pimpinan Kolonel Mikhail Popsuy-Shapko) dan ke-42 (Jenderal Ivan Lazarenko). Juga terdapat Detasemen Penjaga Perbatasan ke-17 yang merupakan bagian dari Pasukan Perbatasan NKVD, dan beberapa unit kecil lain (termasuk garnisun rumah sakit dan sebuah unit medis) di dalam benteng (totalnya mencapai 7 sampai 8 ribu orang). Di luar itu, juga terdapat kurang lebih 300 orang anggota keluarga dari para prajurit yang berada di dalam di benteng.

Jerman memperkirakan bahwa benteng ini akan dikuasai paling lama 12 jam setelah serbuan awal, dan kekuatan yang dikerahkan untuk merebutnya terdiri dari 45.Infanterie-Division (divisi asal Austria yang berkekuatan 17.000 orang), juga elemen-elemen dari 31.Infanterie-Division, 34.Infanterie-Division dan 2.Panzergruppe di bawah pimpinan jenderal terkenal Heinz Guderian. Total pasukan penyerbu adalah 20.000 orang.

Pengepungan
Benteng Brest sama sekali tidak mendapat peringatan saat pihak Poros menyerang tanggal 22 Juni 1941, dan tak lama telah menjadi lokasi pertempuran sengit antara pasukan Soviet dan Wehrmacht yang mengepungnya. Dari menit pertama invasi, kota Brest dan bentengnya telah dibombardir dari darat dan udara. Pemboman pertama benar-benar membuat pasukan yang berada di dalamnya terkejut, sehingga menimbulkan korban besar dalam hal material dan personil. Pertempuran sengit terjadi di perbatasan, di kota dan di benteng. Serangan darat pertama Jerman dalam usahanya merebut benteng terjadi setengah jam setelah pemboman dimulai. Pasukan pertahanan Soviet yang masih terkejut dan bingung tak dapat membentuk sebuah pertahanan yang solid dan berkesinambungan, sehingga yang terjadi kemudian adalah pertempuran sporadis/terpisah di lokasi-lokasi pertahanan yang terisolasi - dengan yang paling utama berada di dalam benteng Brest itu sendiri. Beberapa berhasil melarikan diri dari benteng, sementara kebanyakannya terjebak di dalam oleh kepungan pasukan Jerman yang berada di sekelilingnya. Meskipun jelas-jelas terkejut dan tak bersiap diri, usaha pertama Jerman untuk cepat-cepat merebut benteng dengan menggunakan pasukan infanteri berakhir dengan kegagalan, dan pihak penyerbu kemudian mulai menggunakan taktik pengepungan. Berkaitan dengan pertempuran di Front Timur, yang berlangsung tanggal 30 Juni 1941, komandan 45.Infanterie-Division Generalleutnant Fritz Schlieper menulis kepada Komando Tinggi laporan detailnya:

"Adalah mustahil untuk bergerak maju disini dengan hanya menggunakan pasukan infanteri yang kami punya, karena begitu solid dan terorganisasinya pertahanan musuh yang terdiri dari senapan mesin dan senjata ringan lainnya. Mereka menembaki kami dengan gencar dari lubang-lubang pertahanan yang tersembunyi, dan halaman yang berbentuk ladam kuda telah menjadi lokasi pembantaian terhadap setiap pasukan kami yang mendekat. Hanya ada solusi satu-satunya: memaksa pihak Soviet untuk menyerah melalui kelaparan dan kehausan. Kami siap untuk menggunakan apapun yang kami punya untuk membuat mereka kelelahan.... Tawaran kami agar mereka menyerah saja telah ditolak mentah-mentah..."

Meskipun prajurit-prajurit Soviet dalam jam-jam pertama pertempuran begitu terkejut oleh serangan mendadak dari musuh yang berkekuatan jauh lebih besar, ditambah kekurangan suplai dan terputus dari dunia luar, tapi mereka kemudian ternyata bertahan lebih lama dari yang diperkirakan oleh pihak Jerman. Jerman telah menggunakan segala senjata dan upaya yang mereka punyai: mortir roket Nebelwerfer 41, gas air mata dan penyembur api, tapi tetap tidak berhasil mematahkan perlawanan pasukan Soviet yang bertahan. Pihak sipil yang berada di dalam benteng sibuk merawat prajurit yang terluka, mengisi ulang magasin senapan mesin dan bahkan ikut mengangkat senjata dalam membantu pertahanan benteng. Anak-anak membawa amunisi dan sedikit makanan yang masih tersisa dari sisa-sisa depot suplai yang telah hancur, juga sibuk mencari senjata yang tidak terpakai dan mengawasi pergerakan musuh.

Schlieper menulis dalam laporan detailnya:
"81.Pioniere-Bataillon diberi tugas untuk menghancurkan sebuah bangunan di Pulau Tengah... dalam usaha untuk menghentikan tembakan gencar rusia yang datang dari Pulau Utara. Bahan peledak diturunkan dari atap bangunan melalui jendela, dan kemudian sumbu pun dinyalakan. Ketika ledakan tercipta, kami dapat mendengar teriakan dan gerutuan prajurit-prajurit Soviet, tapi mereka tetap keras kepala meneruskan pertempuran."

Pendeta militer Rudolf Gschöpf menulis:

"Kami harus berjibaku habis-habisan hanya untuk merebut satu demi satu posisi pertahanan musuh karena begitu gigihnya mereka bertahan. Garnisun dari apa yang dinamakan sebagai "Rumah Perwira" di Pulau Tengah baru berhenti bertempur setelah bangunan itu sendiri musnah... perlawanan tetap berlanjut sampai dinding-dinding bangunan dihancurkan dan diratakan dengan tanah menggunakan bahan peledak yang berdaya hancur lebih besar."

Tanggal 24 Juni, dengan kondisi dimana pasukan Jerman telah menduduki beberapa bagian benteng, pasukan pertahanan Soviet yang masih tersisa mampu menggabungkan diri dan mengkoordinasikan aksi mereka di bawah komando Mayor Ivan Zubachov dan wakilnya, Komisar Politik Yefim Moiseevich Fomin. Tanggal 26 Juni pasukan Soviet berusaha untuk keluar dari kepungan namun kemudian gagal dan mereka menderita korban besar. Tanggal 27 Juni, setelah berlalu 5 hari dari serangan pertamanya, pihak Jerman mulai menggunakan artileri kaliber 540 milimeter yang menembakkan peluru seberat 1,25 ton, juga dua buah senjata 600 milimeter Karl-Gerät yang menembakkan peluru penghancur dengan berat lebih dari 2 ton. Hasil ledakan dari senjata yang disebut terakhir telah menimbulkan "kawah" dengan diameter 30 meter dan menimbulkan aneka ragam luka-luka yang mengerikan di pihak pasukan yang bertahan. Daya hancurnya memang sangat mengerikan, sehingga tercatat ada pula prajurit yang berada jauh di dalam benteng beton paru-parunya pecah karena efek ledakan.

Tanggal 29-30 Juni pasukan Jerman melancarkan serangan besar-besaran, yang mampu menerobos jauh ke dalam sekaligus membuat Zubachov dan Fomin menyerah dan ditangkap. Zubachov kemudian dikirim ke kamp konsentrasi dan meninggal disana, sementara Fomin langsung dieksekusi ditempat karena dia ketahuan sebagai komisar komunis dan juga orang Yahudi.
Rudolf Gschöpf menulis:

"Tanggal 30 Juni malam divisi kami diperintahkan untuk meninggalkan Brest. Pagi keesokan harinya (1 Juli 1941) kami melakukan upacara di kompleks pemakaman divisi untuk melakukan penghormatan terakhir kepada rekan-rekan kami yang telah gugur dalam usaha perebutan benteng... Sebagian terbesar unit divisi kami meninggalkan Brest tanggal 2 Juli 1941."
Laporan pasca-aksi dari 45.Infanterie-Division tanggal 30 Juni 1941 berbunyi:

"Divisi kami telah menawan 7.000 orang prajurit Soviet, termasuk 100 perwira. Korban di pihak Jerman adalah 482 orang yang terbunuh, termasuk di antaranya 32 perwira. Lebih dari 1.000 orang lainnya luka-luka."

Besarnya jumlah korban ini dapat dilihat dari fakta bahwa total korban jiwa pihak Jerman di Front Timur sampai dengan tanggal 30 Juni 1941 adalah 8.886 orang. Karenanya, Benteng Brest telah "menyumbang" lebih dari 5 persen jumlah tersebut.

Setelah sembilan hari pertempuran sengit, pihak Jerman telah merebut sebagian besar dari benteng. Ini berarti bahwa obyek strategis telah tercapai dengan sedikit mengalami keterlambatan (tapi dengan menimbulkan korban jiwa yang cukup signifikan!). Tentu saja Komando Tinggi Jerman tidak berkenan akan hal ini, dan menuntut Fritz Schlieper untuk memberikan laporan terperinci berkaitan dengan pertempuran di Brest yang terjadi antara tanggal 22 Juni s/d 30 Juni 1941. Laporan tersebut diberikan tanggal 8 Juli 1941, dan satu salinannya ditemukan di arsip 45.Infanterie-Division yang direbut oleh Tentara Merah di Livny (Rusia) bulan Maret 1942.
Sejujurnya, tanggal 30 Juni 1941 yang ditetapkan sebagai akhir dari Pertempuran Brest adalah tidak terlalu tepat. Bahkan setelah benteng tersebut dinyatakan secara resmi telah dikuasai, dan dengan garis depan kini berpindah ratusan kilometer jauhnya masuk ke dalam negeri Rusia, beberapa sel pertahanan yang masih tersisa benar-benar ngotot tidak menyerah, dan pihak Jerman membutuhkan waktu beberapa bulan lagi sebelum mereka semuanya dimusnahkan. Pertempuran tetap berlanjut di kantung-kantung pertahanan yang terisolasi, terutama secara underground yang terletak di gudang bawah tanah, di benteng dan Fortifikasi Kobrin. Dari akhir Juni sampai dengan akhir Juli, tembakan senapan dan rentetan singkat senapan mesin tetap bergema dari ruangan di bawah tanah dan gudang yang sebagiannya hancur, yang dipertahankan oleh grup kecil dan individu-individu di dalamnya. Saat itu front pertempuran sendiri telah pindah 300 mil (480 km) ke arah timur.

Selama hari-hari pertempuran, sisa-sisa pasukan yang bertahan menuliskan sedikit "kenangan" di dinding. Bunyinya: "Kami memang akan mati tapi kami akan tetap tinggal di dalam benteng ini"; "Aku sekarat tapi aku tak akan menyerah. Selamat tinggal tanah air tercinta. 20.VII.41."
Mayor Pyotr Gavrilov, salah seorang figur terkenal dari pasukan yang bertahan di Benteng Brest (nantinya dia dianugerahi penghargaan "Pahlawan Uni Soviet"), baru menyerah tanggal 23 Juli. Ada pula laporan bahwa kantung pertahanan yang masih tersisa baru benar-benar dibersihkan oleh Jerman di bulan Agustus, saat dimana Hitler dan Mussolini mengadakan kunjungan ke benteng tersebut, dan penjagaan dilakukan begitu ketatnya demi melindungi mereka dari kemungkinan serangan pihak Soviet yang masih tersisa! Ada pula berita bahwa sebongkah batu kecil, yang diambil oleh Hitler dari puing-puing jembatan Brest, kemudian ditemukan di markas besar Third Reich-nya setelah perang usai. Untuk mengeliminasi sedikit pertahanan yang masih aktif, Komando Tinggi Jerman memerintahkan agar ruangan-ruangan bawah tanah benteng tersebut digenangi oleh air yang berasal dari Sungai Bug.

Kisah mengenai pertempuran Brest itu sendiri tidak pernah diketahui secara resmi di dalam negeri Uni Soviet sampai dengan tahun 1957, tahun dimana diterbitkannya "Brestskaia krepost" karya jurnalis investigasi Rusia Sergei Smirnov. Smirnov berusaha melakukan penyelidikan akan nasib para prajurit Soviet yang bertahan di Benteng Brest, mereka yang terbunuh dalam pertempuran, mati di kamp-kamp Nazi, atau mereka yang selamat sampai perang usai.
Di era pasca-Stalin, nama benteng Brest (dan juga pasukan yang mempertahankannya) kemudian direhabilitasi. Pihak komunis Soviet juga gencar mempropagandakan heroisme dan kegigihan Tentara Merah yang bertahan di dalam benteng, sehingga seakan-akan menimbulkan mitos bahwa pertahanan terorganisasi di benteng tersebut berlangsung sampai sebulan lamanya dan mampu menghentikan pergerakan pasukan Jerman! Sebagai contoh, Great Soviet Encyclopedia mengklaim bahwa "hampir sebulan lamanya para pahlawan Benteng Brest mampu menggagalkan serangan seluruh divisi Jerman". Fakta yang dilebih-lebihkan tersebut (sesuatu yang tidak aneh di propaganda Soviet) mampu bertahan sampai di era modern. Contohnya, sebuah artikel dari outlet resmi pemerintah Rusia, Voice of Russia, terbitan tahun 2006 menyatakan bahwa "Bahkan setelah satu bulan pertempuran, Benteng Brest tetap bertahan menghadapi bagian signifikan dari kekuatan musuh dan membuatnya kerepotan."

Musium Pertahanan Benteng Brest dibuka tahun 1956, sementara Kompleks Peringatan Heroisme Benteng Brest dibuka tahun 1971. Benteng itu sendiri kemudian dianugerahi julukan sebagai "Benteng Pahlawan" tanggal 8 Mei 1965.

0 komentar: