Pertempuran Benteng Brest, Pertempuran Pertama Jerman VS Rusia Yang Paling Terkenal
15.05
By
Fajar Muhammad Rivai
Pertempuran Nazi
0
komentar
Prajurit-prajurit Jerman di dekat Benteng Brest
Pertempuran Benteng
Brest berlangsung tanggal 22-30 Juni 1941. Ia adalah salah satu
pertempuran pertama dari Operasi Barbarossa. Benteng Brest, yang
dipertahankan oleh Tentara Merah dalam menghadapi gempuran Wehrmacht,
bertahan lebih lama dari yang diperkirakan dan menjadi simbol dari
perlawanan Soviet selama berlangsungnya Perang Patriotik Akbar,
bersanding dengan Moskow, Leningrad dan Stalingrad yang menandai awal
dari akhir kedigdayaan mesin perang Nazi Jerman. Pada tahun 1965 benteng
tersebut menerima penghargaan sebagai "Benteng Pahlawan" atas peristiwa
heroik yang telah terjadi tahun 1941.
Latar Belakang
Wilayah di sekitar benteng Brest (yang dibangun pada abad ke-19) sendiri merupakan medan pertempuran Brześć Litewski pada tahun 1939, dimana Jerman merebutnya dari Polandia selama berlangsungnya kampanye di bulan September. Tapi kemudian, berdasarkan isi Pakta Non-Agresi Jerman-Soviet yang ditandatangani bulan Agustus 1939, Jerman harus merelakan wilayah tersebut jatuh ke tangan Soviet, bersama dengan 52% wilayah Polandia lainnya. Jadinya, pada tahun 1941 pihak Jerman harus kembali merebut benteng tersebut - kali ini dari tangan Komunis Soviet.
Wilayah di sekitar benteng Brest (yang dibangun pada abad ke-19) sendiri merupakan medan pertempuran Brześć Litewski pada tahun 1939, dimana Jerman merebutnya dari Polandia selama berlangsungnya kampanye di bulan September. Tapi kemudian, berdasarkan isi Pakta Non-Agresi Jerman-Soviet yang ditandatangani bulan Agustus 1939, Jerman harus merelakan wilayah tersebut jatuh ke tangan Soviet, bersama dengan 52% wilayah Polandia lainnya. Jadinya, pada tahun 1941 pihak Jerman harus kembali merebut benteng tersebut - kali ini dari tangan Komunis Soviet.
Jerman berencana untuk merebut kota Brest, bersama dengan bentengnya yang terkenal, karena dia berada di jalur Heeresgruppe Mitte
(Angkatan Darat Tengah) selama berlangsungnya jam-jam pertama Operasi
Barbarossa. Benteng dan kota tersebut sama-sama mengkontrol perlintasan
di atas sungai Bug, juga jalur jalan dan kereta api Warsawa-Moskow.
Pihak Yang Berhadapan
Pasukan bertahan yang berkekuatan 3.500 orang terdiri atas prajurit biasa, penjaga perbatasan dan orang-orang NKVD. Prajurit reguler Soviet merupakan bagian dari Divisi Senapan ke-6 (di bawah pimpinan Kolonel Mikhail Popsuy-Shapko) dan ke-42 (Jenderal Ivan Lazarenko). Juga terdapat Detasemen Penjaga Perbatasan ke-17 yang merupakan bagian dari Pasukan Perbatasan NKVD, dan beberapa unit kecil lain (termasuk garnisun rumah sakit dan sebuah unit medis) di dalam benteng (totalnya mencapai 7 sampai 8 ribu orang). Di luar itu, juga terdapat kurang lebih 300 orang anggota keluarga dari para prajurit yang berada di dalam di benteng.
Pasukan bertahan yang berkekuatan 3.500 orang terdiri atas prajurit biasa, penjaga perbatasan dan orang-orang NKVD. Prajurit reguler Soviet merupakan bagian dari Divisi Senapan ke-6 (di bawah pimpinan Kolonel Mikhail Popsuy-Shapko) dan ke-42 (Jenderal Ivan Lazarenko). Juga terdapat Detasemen Penjaga Perbatasan ke-17 yang merupakan bagian dari Pasukan Perbatasan NKVD, dan beberapa unit kecil lain (termasuk garnisun rumah sakit dan sebuah unit medis) di dalam benteng (totalnya mencapai 7 sampai 8 ribu orang). Di luar itu, juga terdapat kurang lebih 300 orang anggota keluarga dari para prajurit yang berada di dalam di benteng.
Jerman memperkirakan
bahwa benteng ini akan dikuasai paling lama 12 jam setelah serbuan awal,
dan kekuatan yang dikerahkan untuk merebutnya terdiri dari
45.Infanterie-Division (divisi asal Austria yang berkekuatan 17.000
orang), juga elemen-elemen dari 31.Infanterie-Division,
34.Infanterie-Division dan 2.Panzergruppe di bawah pimpinan jenderal
terkenal Heinz Guderian. Total pasukan penyerbu adalah 20.000 orang.
Pengepungan
Benteng Brest sama sekali tidak mendapat peringatan saat pihak Poros menyerang tanggal 22 Juni 1941, dan tak lama telah menjadi lokasi pertempuran sengit antara pasukan Soviet dan Wehrmacht yang mengepungnya. Dari menit pertama invasi, kota Brest dan bentengnya telah dibombardir dari darat dan udara. Pemboman pertama benar-benar membuat pasukan yang berada di dalamnya terkejut, sehingga menimbulkan korban besar dalam hal material dan personil. Pertempuran sengit terjadi di perbatasan, di kota dan di benteng. Serangan darat pertama Jerman dalam usahanya merebut benteng terjadi setengah jam setelah pemboman dimulai. Pasukan pertahanan Soviet yang masih terkejut dan bingung tak dapat membentuk sebuah pertahanan yang solid dan berkesinambungan, sehingga yang terjadi kemudian adalah pertempuran sporadis/terpisah di lokasi-lokasi pertahanan yang terisolasi - dengan yang paling utama berada di dalam benteng Brest itu sendiri. Beberapa berhasil melarikan diri dari benteng, sementara kebanyakannya terjebak di dalam oleh kepungan pasukan Jerman yang berada di sekelilingnya. Meskipun jelas-jelas terkejut dan tak bersiap diri, usaha pertama Jerman untuk cepat-cepat merebut benteng dengan menggunakan pasukan infanteri berakhir dengan kegagalan, dan pihak penyerbu kemudian mulai menggunakan taktik pengepungan. Berkaitan dengan pertempuran di Front Timur, yang berlangsung tanggal 30 Juni 1941, komandan 45.Infanterie-Division Generalleutnant Fritz Schlieper menulis kepada Komando Tinggi laporan detailnya:
Benteng Brest sama sekali tidak mendapat peringatan saat pihak Poros menyerang tanggal 22 Juni 1941, dan tak lama telah menjadi lokasi pertempuran sengit antara pasukan Soviet dan Wehrmacht yang mengepungnya. Dari menit pertama invasi, kota Brest dan bentengnya telah dibombardir dari darat dan udara. Pemboman pertama benar-benar membuat pasukan yang berada di dalamnya terkejut, sehingga menimbulkan korban besar dalam hal material dan personil. Pertempuran sengit terjadi di perbatasan, di kota dan di benteng. Serangan darat pertama Jerman dalam usahanya merebut benteng terjadi setengah jam setelah pemboman dimulai. Pasukan pertahanan Soviet yang masih terkejut dan bingung tak dapat membentuk sebuah pertahanan yang solid dan berkesinambungan, sehingga yang terjadi kemudian adalah pertempuran sporadis/terpisah di lokasi-lokasi pertahanan yang terisolasi - dengan yang paling utama berada di dalam benteng Brest itu sendiri. Beberapa berhasil melarikan diri dari benteng, sementara kebanyakannya terjebak di dalam oleh kepungan pasukan Jerman yang berada di sekelilingnya. Meskipun jelas-jelas terkejut dan tak bersiap diri, usaha pertama Jerman untuk cepat-cepat merebut benteng dengan menggunakan pasukan infanteri berakhir dengan kegagalan, dan pihak penyerbu kemudian mulai menggunakan taktik pengepungan. Berkaitan dengan pertempuran di Front Timur, yang berlangsung tanggal 30 Juni 1941, komandan 45.Infanterie-Division Generalleutnant Fritz Schlieper menulis kepada Komando Tinggi laporan detailnya:
"Adalah
mustahil untuk bergerak maju disini dengan hanya menggunakan pasukan
infanteri yang kami punya, karena begitu solid dan terorganisasinya
pertahanan musuh yang terdiri dari senapan mesin dan senjata ringan
lainnya. Mereka menembaki kami dengan gencar dari lubang-lubang
pertahanan yang tersembunyi, dan halaman yang berbentuk ladam kuda telah
menjadi lokasi pembantaian terhadap setiap pasukan kami yang mendekat.
Hanya ada solusi satu-satunya: memaksa pihak Soviet untuk menyerah
melalui kelaparan dan kehausan. Kami siap untuk menggunakan apapun yang
kami punya untuk membuat mereka kelelahan.... Tawaran kami agar mereka
menyerah saja telah ditolak mentah-mentah..."
Meskipun
prajurit-prajurit Soviet dalam jam-jam pertama pertempuran begitu
terkejut oleh serangan mendadak dari musuh yang berkekuatan jauh lebih
besar, ditambah kekurangan suplai dan terputus dari dunia luar, tapi
mereka kemudian ternyata bertahan lebih lama dari yang diperkirakan oleh
pihak Jerman. Jerman telah menggunakan segala senjata dan upaya yang
mereka punyai: mortir roket Nebelwerfer 41, gas air mata dan penyembur
api, tapi tetap tidak berhasil mematahkan perlawanan pasukan Soviet yang
bertahan. Pihak sipil yang berada di dalam benteng sibuk merawat
prajurit yang terluka, mengisi ulang magasin senapan mesin dan bahkan
ikut mengangkat senjata dalam membantu pertahanan benteng. Anak-anak
membawa amunisi dan sedikit makanan yang masih tersisa dari sisa-sisa
depot suplai yang telah hancur, juga sibuk mencari senjata yang tidak
terpakai dan mengawasi pergerakan musuh.
Schlieper menulis dalam laporan detailnya:
"81.Pioniere-Bataillon
diberi tugas untuk menghancurkan sebuah bangunan di Pulau Tengah...
dalam usaha untuk menghentikan tembakan gencar rusia yang datang dari
Pulau Utara. Bahan peledak diturunkan dari atap bangunan melalui
jendela, dan kemudian sumbu pun dinyalakan. Ketika ledakan tercipta,
kami dapat mendengar teriakan dan gerutuan prajurit-prajurit Soviet,
tapi mereka tetap keras kepala meneruskan pertempuran."
Pendeta militer Rudolf Gschöpf menulis:
"Kami
harus berjibaku habis-habisan hanya untuk merebut satu demi satu posisi
pertahanan musuh karena begitu gigihnya mereka bertahan. Garnisun dari
apa yang dinamakan sebagai "Rumah Perwira" di Pulau Tengah baru berhenti
bertempur setelah bangunan itu sendiri musnah... perlawanan tetap
berlanjut sampai dinding-dinding bangunan dihancurkan dan diratakan
dengan tanah menggunakan bahan peledak yang berdaya hancur lebih besar."
Tanggal 24 Juni,
dengan kondisi dimana pasukan Jerman telah menduduki beberapa bagian
benteng, pasukan pertahanan Soviet yang masih tersisa mampu
menggabungkan diri dan mengkoordinasikan aksi mereka di bawah komando
Mayor Ivan Zubachov dan wakilnya, Komisar Politik Yefim Moiseevich
Fomin. Tanggal 26 Juni pasukan Soviet berusaha untuk keluar dari
kepungan namun kemudian gagal dan mereka menderita korban besar. Tanggal
27 Juni, setelah berlalu 5 hari dari serangan pertamanya, pihak Jerman
mulai menggunakan artileri kaliber 540 milimeter yang menembakkan peluru
seberat 1,25 ton, juga dua buah senjata 600 milimeter Karl-Gerät yang
menembakkan peluru penghancur dengan berat lebih dari 2 ton. Hasil
ledakan dari senjata yang disebut terakhir telah menimbulkan "kawah"
dengan diameter 30 meter dan menimbulkan aneka ragam luka-luka yang
mengerikan di pihak pasukan yang bertahan. Daya hancurnya memang sangat mengerikan, sehingga tercatat ada pula prajurit yang berada jauh di dalam
benteng beton paru-parunya pecah karena efek ledakan.
Tanggal 29-30 Juni
pasukan Jerman melancarkan serangan besar-besaran, yang mampu menerobos
jauh ke dalam sekaligus membuat Zubachov dan Fomin menyerah dan
ditangkap. Zubachov kemudian dikirim ke kamp konsentrasi dan meninggal
disana, sementara Fomin langsung dieksekusi ditempat karena dia ketahuan
sebagai komisar komunis dan juga orang Yahudi.
Rudolf Gschöpf menulis:
"Tanggal
30 Juni malam divisi kami diperintahkan untuk meninggalkan Brest. Pagi
keesokan harinya (1 Juli 1941) kami melakukan upacara di kompleks
pemakaman divisi untuk melakukan penghormatan terakhir kepada
rekan-rekan kami yang telah gugur dalam usaha perebutan benteng...
Sebagian terbesar unit divisi kami meninggalkan Brest tanggal 2 Juli
1941."
Laporan pasca-aksi dari 45.Infanterie-Division tanggal 30 Juni 1941 berbunyi:
"Divisi
kami telah menawan 7.000 orang prajurit Soviet, termasuk 100 perwira.
Korban di pihak Jerman adalah 482 orang yang terbunuh, termasuk di
antaranya 32 perwira. Lebih dari 1.000 orang lainnya luka-luka."
Besarnya jumlah
korban ini dapat dilihat dari fakta bahwa total korban jiwa pihak Jerman
di Front Timur sampai dengan tanggal 30 Juni 1941 adalah 8.886 orang.
Karenanya, Benteng Brest telah "menyumbang" lebih dari 5 persen jumlah
tersebut.
Setelah sembilan hari
pertempuran sengit, pihak Jerman telah merebut sebagian besar dari
benteng. Ini berarti bahwa obyek strategis telah tercapai dengan sedikit
mengalami keterlambatan (tapi dengan menimbulkan korban jiwa yang cukup
signifikan!). Tentu saja Komando Tinggi Jerman tidak berkenan akan hal
ini, dan menuntut Fritz Schlieper untuk memberikan laporan terperinci
berkaitan dengan pertempuran di Brest yang terjadi antara tanggal 22
Juni s/d 30 Juni 1941. Laporan tersebut diberikan tanggal 8 Juli 1941,
dan satu salinannya ditemukan di arsip 45.Infanterie-Division yang
direbut oleh Tentara Merah di Livny (Rusia) bulan Maret 1942.
Sejujurnya, tanggal
30 Juni 1941 yang ditetapkan sebagai akhir dari Pertempuran Brest adalah
tidak terlalu tepat. Bahkan setelah benteng tersebut dinyatakan secara
resmi telah dikuasai, dan dengan garis depan kini berpindah ratusan
kilometer jauhnya masuk ke dalam negeri Rusia, beberapa sel pertahanan
yang masih tersisa benar-benar ngotot tidak menyerah, dan pihak Jerman
membutuhkan waktu beberapa bulan lagi sebelum mereka semuanya
dimusnahkan. Pertempuran tetap berlanjut di kantung-kantung pertahanan
yang terisolasi, terutama secara underground
yang terletak di gudang bawah tanah, di benteng dan Fortifikasi Kobrin.
Dari akhir Juni sampai dengan akhir Juli, tembakan senapan dan rentetan
singkat senapan mesin tetap bergema dari ruangan di bawah tanah dan
gudang yang sebagiannya hancur, yang dipertahankan oleh grup kecil dan
individu-individu di dalamnya. Saat itu front pertempuran sendiri telah
pindah 300 mil (480 km) ke arah timur.
Selama hari-hari pertempuran, sisa-sisa pasukan yang bertahan menuliskan sedikit "kenangan" di dinding. Bunyinya: "Kami
memang akan mati tapi kami akan tetap tinggal di dalam benteng ini";
"Aku sekarat tapi aku tak akan menyerah. Selamat tinggal tanah air
tercinta. 20.VII.41."
Mayor Pyotr Gavrilov,
salah seorang figur terkenal dari pasukan yang bertahan di Benteng
Brest (nantinya dia dianugerahi penghargaan "Pahlawan Uni Soviet"), baru
menyerah tanggal 23 Juli. Ada pula laporan bahwa kantung pertahanan
yang masih tersisa baru benar-benar dibersihkan oleh Jerman di bulan
Agustus, saat dimana Hitler dan Mussolini mengadakan kunjungan ke
benteng tersebut, dan penjagaan dilakukan begitu ketatnya demi
melindungi mereka dari kemungkinan serangan pihak Soviet yang masih
tersisa! Ada pula berita bahwa sebongkah batu kecil, yang diambil oleh
Hitler dari puing-puing jembatan Brest, kemudian ditemukan di markas
besar Third Reich-nya setelah perang usai. Untuk mengeliminasi sedikit
pertahanan yang masih aktif, Komando Tinggi Jerman memerintahkan agar
ruangan-ruangan bawah tanah benteng tersebut digenangi oleh air yang
berasal dari Sungai Bug.
Kisah mengenai
pertempuran Brest itu sendiri tidak pernah diketahui secara resmi di
dalam negeri Uni Soviet sampai dengan tahun 1957, tahun dimana
diterbitkannya "Brestskaia krepost" karya
jurnalis investigasi Rusia Sergei Smirnov. Smirnov berusaha melakukan
penyelidikan akan nasib para prajurit Soviet yang bertahan di Benteng
Brest, mereka yang terbunuh dalam pertempuran, mati di kamp-kamp Nazi,
atau mereka yang selamat sampai perang usai.
Di era pasca-Stalin,
nama benteng Brest (dan juga pasukan yang mempertahankannya) kemudian
direhabilitasi. Pihak komunis Soviet juga gencar mempropagandakan
heroisme dan kegigihan Tentara Merah yang bertahan di dalam benteng,
sehingga seakan-akan menimbulkan mitos bahwa pertahanan terorganisasi di
benteng tersebut berlangsung sampai sebulan lamanya dan mampu
menghentikan pergerakan pasukan Jerman! Sebagai contoh, Great Soviet Encyclopedia
mengklaim bahwa "hampir sebulan lamanya para pahlawan Benteng Brest
mampu menggagalkan serangan seluruh divisi Jerman". Fakta yang
dilebih-lebihkan tersebut (sesuatu yang tidak aneh di propaganda Soviet)
mampu bertahan sampai di era modern. Contohnya, sebuah artikel dari
outlet resmi pemerintah Rusia, Voice of Russia,
terbitan tahun 2006 menyatakan bahwa "Bahkan setelah satu bulan
pertempuran, Benteng Brest tetap bertahan menghadapi bagian signifikan
dari kekuatan musuh dan membuatnya kerepotan."
Musium Pertahanan
Benteng Brest dibuka tahun 1956, sementara Kompleks Peringatan Heroisme
Benteng Brest dibuka tahun 1971. Benteng itu sendiri kemudian
dianugerahi julukan sebagai "Benteng Pahlawan" tanggal 8 Mei 1965.
0 komentar: