Generalleutnant Adolf Galland (1912-1996), Jenderal Termuda Jerman di Perang Dunia II
06.20
By
Fajar Muhammad Rivai
Tokoh Nazi
0
komentar
Generalleutnant Adolf Galland
Bisa dikatakan, Adolf Galland mungkin pilot yang paling terkenal dalam Perang Dunia II, tidak hanya karena jumlah kemenangan yang diraihnya, tapi juga karena kharisma dan sifatnya yang "tidak biasa", suatu hal yang memang banyak dimiliki oleh jagoan-jagoan perang terkemuka lainnya. Dia telah menjadi seorang jenderal di usianya yang ke-29 (termuda dalam kancah Perang Dunia II)! Dan dia lebih kompeten, berpengalaman dan master strategi dalam hal perang udara (dogfight) dibandingkan dengan para pakar lainnya yang berusia dua kali usianya! Sebagai seorang pilot tempur dia telah mencatatkan 104 kemenangan. Dia juga terkenal karena banyak modifikasi yang dilakukannya pada pesawat Messerschmitt Bf-109 tunggangannya. Dia menambah kecepatannya, memasang pelindung pilot tambahan dari baja yang lebih menjamin keselamatan sang penerbang, juga tak lupa memasang tempat puntung rokok bagi pilot di pesawat! Jadi, apa lagi yang kurang dari seorang Adolf Galland?.
Begitu hebatnya Galland, sehingga ada yang mengatakan : ”Ketika Galland bebas berkreasi, keberuntungan menaungi Jerman. Ketika Göring yang berkuasa, keberuntungan tersebut menjauh…“. Galland adalah pilot yang jenius, penembak yang jitu, dan juga seorang peracik strategi yang dahsyat, dan dia mampu menyatukan ketiga kekuatan tersebut ke dalam faktor strategis yang lebih besar dalam perannya sebagai seorang pemimpin di Luftwaffe. Seperti telah dikatakan sebelumnya, dia telah menjadi seorang Jenderal sebelum usianya menginjak 30 tahun, dia mempunyai kemampuan untuk selalu mendeteksi lawannya terlebih dulu dan melihat lebih jelas dalam luasnya angkasa yang tak bertepi. Kata untuk menggambarkan Galland secara tepat adalah, bahwa dia seorang ”Perwira yang perwira (berani, gagah, sportif) ”.
Calon pilot mumpuni ini lahir di Westerholt, sebuah desa kecil di Westphalia, pada tanggal 19 Maret 1912 (tanggal lahirnya Cuma berbeda 3 hari dengan saya… Way to go, Galland! J). Ayahnya adalah seorang administrator tanah dan properti pribadi. Adolf sendiri adalah anak kedua, setelah Fritz. Kemudian lahir pula adik-adiknya, Wilhelm dan Paul. Kedua adiknya tersebut mengikuti jejak Galland sebagai seorang pilot tempur dalam Perang Dunia II. Sayangnya, nasib mereka tidak seberuntung Adolf. Paul (17 kemenangan) terbunuh pada 31 Oktober 1943 (tragisnya, ditembak jatuh oleh sesama pilot dari JG26 yang menyangkanya sebagai pilot musuh!), sementara Wilhelm, yang sudah mengantongi 54 kemenangan dan telah mendapat anugerah Ritterkreuz di lehernya, juga tertembak jatuh setahun kemudian.
Sejak masa mudanya, Adolf Galland sangat tertarik pada dunia penerbangan, dan telah mulai membuat pesawat model dari sejak usia 12 tahun. Ketika usianya telah mencapai 16 dan telah menyelesaikan sekolahnya di Gymnasium Bür/Westphalia, Galland mulai mencoba menerbangkan pesawat glider hadiah dari ayahnya.
Oberst Keller, salah satu dari pilot terkemuka dalam Perang Dunia I, menjadi kepala sekolah Transportasi Udara Komersial Jerman di Brunswick pada tahun 1932 ketika Galland menjadi salah seorang pelajarnya. Bahkan, bisa dibilang bahwa banyak calon jagoan udara Jerman memperoleh pendidikan pertamanya di bawah bimbingan Keller. Gengsi veteran peraih ”Blue Max“ ini tampaknya tidak pudar di mata para muridnya. Pada tahun 1933 Galland berhasil mencapai impiannya ketika dia berhasil mendapatkan lisensi penerbang pertamanya.
Tak lama kemudian, Galland dikirim ke Italia untuk mengikuti pelatihan lanjutan (salah satu usaha Jerman untuk menghindari ketentuan yang digariskan perjanjian Versailles). Galland tergabung ke dalam grup yang beranggotakan sekitar 30 orang pilot. Kecuali Galland, semuanya adalah veteran yang dilatih di Uni Soviet. Pada akhir tahun 1934, Galland secara resmi ditransfer ke Angkatan Udara Jerman (Luftwaffe) yang masih dirahasiakan pembentukannya.
Ketika sedang mengikuti pelatihan pada tahun 1935, pesawat Focke-Wulf Fw-44 yang dipiloti oleh Galland terjatuh ke darat dan akibatnya, Galland koma selama tiga hari. Dia menderita retak di kepala yang serius, patah hidung, dan juga kebutaan sementara akibat pecahan kaca pada mata kirinya. Komandannya, Major Rheitel yang merupakan mantan pilot tempur dari Perang Dunia Pertama, membantunya dalam masa pemulihannya yang panjang dan membuatnya bisa terbang kembali. Dia kembali pada perannya sebagai seorang pilot, hanya untuk merasakan jatuh kembali ke bumi setahun kemudian! Kali ini pesawat yang ditumpanginya adalah Arado Ar-68, dan Galland kembali harus merasakan dirawat di rumah sakit.
Pada tahun 1937 Galland mendaftar secara sukarela untuk mengikuti grup pilot Jerman yang bertempur dalam Perang Saudara Spanyol. Dalam grup ini tercatat pula nama-nama yang kemudian akan mencatatkan prestasi harum dalam Perang Dunia II, di antaranya adalah Hannes Trautloft, Wilhelm Balthasar, Günther Lützow, Eduard Neumann dan Hajo Hermann. Mereka tiba di El-Ferrol pada tanggal 7 Mei 1937. Galland sendiri ditunjuk menjadi komandan skuadron di Grup Tempur Legiun, dan diperlengkapi dengan pesawat Heinkel He-51 bersayap ganda, sementara kameradnya, Lützow, menjadi komandan skuadron tempur lainnya yang telah diperlengkapi dengan pesawat Messerschmitt Bf-109 terbaru. Galland mencicipi pengalaman perang pertamanya di atas Brunete pada bulan Juli tahun yang sama dengan pangkat Hauptmann (Kapten). Padahal secara formal setiap anggota Legiun Kondor dilarang untuk bertempur melawan pesawat musuh dimana mereka berjumpa. Hal ini dikarenakan kualitas pesawat Jerman yang pada awal perang masih jauh dibandingkan dengan pesawat-pesawat musuhnya. Pihak Jerman hanya mengandalkan pesawat Heinkel He-51 bersayap ganda yang sudah kuno, sementara pihak Republik yang menjadi musuhnya diperlengkapi oleh pesawat-pesawat mutakhir Curtiss (Amerika) dan Polikarpov I-15 ”Chato” dan ”Rata” (Rusia). Selama Perang Saudara Spanyol (1936-1939), Galland telah menyelesaikan 300 misi tempur dan dianugerahi Spanish Cross in Gold with Diamonds, penghargaan langka yang hanya diberikan pada 12 orang saja dalam sejarah Spanyol! Disini pula Galland ditunjuk menjadi ”guide” dari 400 orang prajurit Jerman yang diberangkatkan ke Spanyol, yang berlayar dari Hamburg untuk membantu pasukan Nasionalis Franco.
Galland kembali ke Jerman pada tahun 1938, kini telah menjelma menjadi seorang pilot yang berpengalaman. Pengalamannya tersebut dimanfaatkan oleh Luftwaffe (AU Jerman) dengan sebaik-baiknya dan Galland diperintahkan untuk membantu pembentukan unit serang darat Luftwaffe.
Perang Dunia II pecah pada bulan September 1939, dan Galland langsung ikut berjibaku di Polandia bersama pesawat Henschel Hs-123 sampai tanggal 1 Oktober tahun yang sama. Kali ini ia tak lagi mencari sasaran di udara, tapi di darat. Galland ikut mengembangkan konsep pemboman tukik (dive bombing) yang nanti akan sangat berperan membantu gerak maju tentara Jerman dalam invasinya ke negara bawah dan Prancis tahun selanjutnya. Atas usahanya tersebut, Galland dianugerahi Salib Baja (Iron Cross, Eiserne Kreuz). Kemudian Galland ditugaskan ke JG 27, yang waktu itu dikomandani oleh Oberst Max Ibel. Selama invasi Prancis, Galland berhasil mencetak kemenangan pertamanya pada tanggal 12 Mei 1940, ketika dia berangkat dalam suatu misi bersama Gustav Rödel. Galland menembak jatuh dua “Hurricane“ dari skuadron ke-87 Inggris dalam dua sorti. Pada tanggal 9 Juni 1940 saja, Galland telah berhasil mencatat 12 kemenangan.
Ketika “Battle of Britain“ pecah, Galland ditugaskan di JG 26 Schlageter sebagai Gruppenkomandeur III/JG 26. debutnya di unit tersebut bisa dibilang sangat berhasil : dia menembak jatuh dua pesawat musuh dalam misi pertamanya! Pada 18 Juli 1940, dia dipromosikan menjadi Major dan sebulan kemudian (22 Agustus) dia menerima Salib Ksatria (Ritterkreuz atau Knight’s Cross) setelah menghancurkan musuhnya yang ke-17. Pada perang di atas daratan Inggris tersebut, skor kemenangan Galland bertambah dengan pesat, dan pada tanggal 25 September Galland telah mengenakan Daun Oak (Eichenlaub atau Oakleaves) di lehernya, yang disematkan langsung oleh Hitler setelah Galland membukukan 40 kemenangan. Galland juga menggantikan Gotthard Handrick sebagai Kommodore dari JG 26. pada tanggal 1 November 1940, dia berhasil menggenapkan skornya menjadi 50 dan kemudian dipromosikan menjadi Oberstleutnant (Letkol). Hanya berselang sebulan kemudian, Galland telah menjadi kolonel!
Tapi bukan berarti Galland begitu superior di atas udara sehingga tak tersentuh. Dia pun merasakan bagaimana rasanya ditembak jatuh oleh musuh. Hal ini terjadi tanggal 21 Juni 1941, ketika JG 26 ditempatkan di Pas de Calais. Saat itu, pesawat-pesawat Jerman menyerang bomber-bomber Bristol “Blenheim“ yang nyelonong, dan Galland berhasil menembak jatuh dua di antaranya. Tapi kemudian sejumlah Spitfires yang mengawal bomber-bomber tersebut menembaki pesawatnya dan beberapa peluru di antaranya berhasil kena sehingga membuat Galland terpaksa mendaratkan pesawatnya belly-landingdi sebuah lapangan. Masih hari yang sama, setelah berhasil keluar dari pesawatnya, Galland kembali menjalani misi tempur. Dalam misinya ini dia berhasil menembak jatuh korbannya yang ke-70. Tapi ketika berusaha membuntuti Spitfires yang terbakar, dia ditembaki dari belakang sehingga membuat pesawatnya sendiri terbakar dan Galland terluka. Galland berusaha keluar dari pesawatnya yang dipenuhi asap, tapi kanopinya tiba-tiba macet. Setelah terlibat pergulatan seru dalam usahanya membuka kanopi sialan tersebut, Galland berhasil keluar pada saat-saat terakhir. Parasutnya membuka tak lama sebelum Galland menyentuh daratan. Darah keluar dari kepala dan tangannya, dan dia juga meretakkan lututnya sendiri saat mendarat dengan keras di bumi. Untuk kesekian kalinya Galland harus melewatkan waktunya di rumah sakit. Galland juga sempat mendapat masalah yang sama pada tanggal 2 Juli 1941. Pada tanggal 9 Agustus 1941 Galland mengunjungi lawannya, pilot legendaris dari Inggris, Douglas Bader, yang tertembak jatuh oleh pesawat tempur dari JG 26 dan tertawan oleh Jerman.
Pada akhir tahun 1941 Galland telah menjadi General der Jagdflieger (Komandan Penerbang Tempur) dan ditugaskan di Berlin. Gerhard Schoepfel menggantikan posisinya sebagai Komodor dari JG 26 yang menjadi kesayangan Galland. Pada tanggal 28 Januari 1942 Hitler kembali menganugerahinya dengan penghargaan, kali ini adalah medali super prestisius, Berlian (Brillanten atau Diamonds). Saat itu Galland masih berpangkat kolonel. Tapi pada tahun tersebut dia naik pangkat menjadi Generalmajor, dan kemudian Generalleutnant. Galland sangat antusias terhadap proyek jet tempur yang sedang dikembangkan oleh Jerman secara rahasia, dan dia memberikan dukungan penuhnya pada program Messerschmitt Me-262, pesawat jet tempur canggih Jerman terbaru. Sayangnya, pengembangannya tertunda setahun lebih lama karena Hitler mengintervensi dengan menginginkan agar pesawat baru tersebut dijadikan sebagai pembom “Schwalbe“ dan bukannya pesawat tempur sehingga beberapa spesifikasi harus dirubah.
Pada bulan Januari tahun 1945, Galland dan beberapa perwira terkemuka lainnya (Günther Lützow dan Johannes Steinhoff) terlibat dalam pertentangan secara terbuka dengan panglima Luftwaffe Hermann Göring seputar pengembangan dan masa depan unit penerbang tempur Jerman. Konfrontasi tersebut begitu sengitnya sehingga membuat Galland dicopot dari jabatannya, dipenjara, dan bahkan mendapat ancaman diajukan ke mahkamah militer yang dapat berujung hukuman mati bagi dirinya. Pada akhirnya Galland berhasil lepas dari semua itu (kemungkinan besar karena reputasinya yang begitu menjulang di mata rakyat Jerman), dan malah diperbolehkan untuk membentuk unit jet istimewa yang nantinya akan menggunakan pesawat Me-262. Galland lalu membentuk Jagdverband 44, suatu unit khusus yang beranggotakan pilot-pilot tempur terbaik Jerman. Orang yang ditugaskan untuk menjadi perekrut anggotanya adalah rekannya sendiri Johannes Steinhoff, yang mengunjungi semua pangkalan unit tempur Jerman utama demi menyeleksi pilot pilihan yang akan masuk. Beberapa nama pilot terkenal bergabung hanya dalam hitungan minggu : Gerhard Barkhorn, Walter Krupinski, Erich Hohagen, Günther Lützow, Wilhelm Herget dan Heinz Bär. Unit baru tersebut terlibat dalam beberapa misi dengan kesuksesan yang lumayan. Beberapa pesawat mereka diperlengkapi dengan roket R-4M anti-bomber. Dalam serangan pertamanya menggunakan roket tersebut, Galland, bersama dengan wingman (penerbang pendamping) Walter Krupinski, menyerbu sekelompok B-26 “Marauder“ Amerika. Roket dari pesawat Galland berhasil merontokkan dua dari mereka.
Pada pertempuran udara terakhirnya dalam Perang Dunia II tanggal 26 April 1945, Galland kembali bertempur melawan para Marauder. Kali ini roketnya macet tidak mau menembak, sehingga Galland terpaksa menggunakan kanon 30mm. Pesawat Me-262 miliknya mendapat serangan balasan dari senapan mesin belakang dari lawannya, sementara bomber incarannya malah terlihat begitu ’tegar’ menghadapi serangan Galland. Ketika Galland berbalik untuk menghabisi bomber tersebut, dia begitu terkejut mendapati adanya pesawat P-47D Thunderbolt musuh yang dipiloti oleh James Finnegan. Tembakan gencar dari delapan buah senapan mesin 12,7mm dari pesawat tersebut menderas gencar dan menghancurkan panel instrumen pesawat Galland, meremukkan kanopi jetnya, dan menghantam lutut kanannya. Dengan menahan rasa sakit yang luar biasa dan juga menghadapi pesawatnya yang mulai kehilangan tenaga, Galland kembali ke pangkalannya, berhasil mendarat hanya sesaat setelah serombongan pesawat tempur Sekutu ganti membombardirnya dengan serangan senapan mesin. Galland bisa keluar juga dari pesawatnya yang sudah tidak karuan, dan berhasil menghindar dari serangan pesawat lawan. Dan dengan itu, berakhirlah sudah peran Galland dalam Perang Dunia II.
Setelah perang berakhir, Galland mendapat undangan dari diktator Argentina Juan Peron untuk membantu pengembangan angkatan udara Argentina. Disini dia sempat membangun sekolah pelatihan dan operasi penerbang, dan juga masih sempat-sempatnya mengembangkan program pelatihan dan strategi udara. Pada tahun 1955 dia kembali ke Jerman.
Adolf Galland, pemegang medali Knight’s Cross With Oak Leaves, Swords and Diamonds, menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 9 Februari 1996 di usianya yang ke-83, dan dimakamkan di gereja St. Laurentius di Remagen-Oberwinter, Jerman.
”Aku meluncur turun sejauh 800 meter dari atas mereka, mendekati dalam kecepatan tinggi, dan menembak ke arah pesawat paling kiri, terus menembak sampai sebegitu dekatnya. Akhirnya, pecahan besar pesawat beterbangan dari Hurricane tersebut. Ketika aku sedang berkonsentrasi menembak pesawat tersebut, aku terkejut begitu mendapati bahwa aku seorang diri telah berada di tengah-tengah skuadron musuh! Mereka terbang dalam formasi mendatar. Aku tidak hilang akal, segera aku menyerang pesawat paling kanan dari tiga buah pesawat terdepan. Kembali, pecahan metal berhamburan, dan pesawat tersebut meluncur turun ke bawah diikuti asap tebal. Pilot-pilot Inggris yang tersisa begitu terkejut mendapati kenyataan mengerikan terpampang di depan mata mereka (bahwa dua buah pesawat mereka hancur dalam sekelebatan oleh pilot nekad yang datang entah dari mana) sehingga mereka tak melakukan apa-apa untuk memburu ekor pesawatku. Malah seluruh formasi berantakan dan mereka saling melarikan diri kea rah yang berlainan!”
”Peraturan pertama dalam pertempuran udara adalah lihat musuhmu terlebih dahulu, seperti seorang pemburu yang membuntuti mangsanya dan membuat dirinya berada di posisi yang paling menguntungkan untuk membunuh secara tak terdeteksi. Dalam suatu dogfight, seorang pilot tempur harus mampu mendeteksi keberadaan musuhnya secepat mungkin untuk dapat mencari posisi yang lebih baik guna menyerang.“
0 komentar: