Partisan Nasional, Mereka Yang Tetap Bertempur Hingga Perang Usai
06.33
By
Fajar Muhammad Rivai
Kumpulan Artikel Tentang Nazi
0
komentar
Bunker hutan bekas tempat persembunyian Partisan Nasional
Kalau saya bertanya pada anda: unit apakah yang paling fanatik dari Third Reich, yang tetap gigih bertempur melawan Pasukan Sekutu bahkan setelah bertahun-tahun setelah Jerman menyerah kalah? Saya yakin, kebanyakan dari anda pasti menjawab: Leibstandarte! Fallschirmjäger! Gebirgsjäger! Kommando Skorzeny! U-boat! Satpol PP!
Semua jawaban (apalagi yang terakhir) salah. Yang jelas, mereka bahkan bukan orang Jerman melainkan sukarelawan asal Latvia.
Tidak percaya? Inilah kisahnya:
Di
akhir Perang Dunia II, sekitar 4.500 orang bekas anggota Divisi ke-19
SS Latvia memilih untuk tidak ikut menyerah bersama rekan-rekan Jerman
mereka yang terperangkap oleh pasukan Rusia di Kantong Kurland. Mereka
malah kabur ke hutan dan menggalakkan perang gerilya melawan Pasukan
Pendudukan Soviet di Latvia yang berlangsung selama bertahun-tahun, dan
baru berakhir di tahun 1956! Meskipun sebagian terbesar dari partisan
anti-Komunis ini adalah orang-orang Latvia, tapi diduga keras bahwa
beberapa tentara Jerman ikut bergabung dan bertempur bersama mereka.
Para
gerilyawan ini dikenal oleh penduduk lokal dengan nama Partisan
Nasional (untuk membedakan mereka dengan Partisan Soviet yang bertempur
melawan Jerman). Secara umum, mereka tidak lagi terikat ketat dengan
peraturan unit mereka sebelumnya, Waffen-SS. Perang gerilya membutuhkan
pendekatan yang fleksibel dan tidak sekaku perang konvensional. Para
Partisan Nasional ini juga kemudian bertambah jumlah anggotanya setelah
banyak warga sipil yang ikut bergabung. Pada tahun-tahun awal perang
gerilya, kebanyakan dari mereka masih mengenakan seragam SS (yang
tergantung pula dari tugas yang dijalani). Ini karena kondisi perang
yang membuat mereka harus tetap bersembunyi di hutan tanpa berbaur
dengan penduduk setempat sehingga membuat mereka tidak punya kewajiban
harus mengenakan pakaian sipil. Diperkirakan sekitar 10.000 orang (pria
dan wanita) bergabung dengan para Partisan ini, sementara 20.000 orang
lainnya merupakan pendukung aktif yang menyediakan makanan, informasi,
perlindungan, dan lain-lain.
Salah satu kisah yang menarik datang dari Ritterkreuzträger (peraih Ritterkreuz) dan mantan SS-Unterscharführer Alfred Riekstins dari SS-Waffen Füsilier Bataillon 19.
Dia tewas di pinggir hutan Frauenburg, Latvia, pada tahun 1952. Dia
berhasil lolos dari Kantong Kurland dengan menggunakan perahu tanggal 9
Mei 1945, dan mampu mencapai Swedia dimana dia kemudian bertempat
tinggal. Pada awal tahun 1950-an dia direkrut oleh badan intelijen
Inggris, dan di tahun 1951 menghilang dari rumahnya di Goteborg, untuk
menjalani pelatihan di Bavaria. Pada tanggal 30 Agustus 1952 Riekstins
diterjunkan dengan menggunakan parasut di Kurland bersama dengan dua
orang agen lainnya (salah satu di antaranya tersesat setelah mendarat
jauh dari tempat yang telah ditetapkan). Sialnya, mereka kemudian
dikhianati oleh agen ganda terkenal Kim Philby sehingga MGB USSR (cikal
bakal KGB) langsung melakukan operasi pencarian terhadap mereka. Ketiga
orang ini kemudian terkepung tanggal 11 September 1952. kedua orang
rekan Riekstins menyerah, sedangkan Riekstins lebih memilih untuk
bertempur sampai kehabisan peluru dan membunuh 6-7 orang dari
pengepungnya. Dia kemudian bunuh diri dengan menelan kapsul sianida
daripada harus menyerah. Sampai saat ini makamnya tidak diketahui,
apakah di Frauenbeurg atau mungkin di tempat lain yang berdekatan.
Frauenburg
sendiri telah menjadi sasaran utama serangan Tentara Merah dalam
pertempuran sengit di akhir tahun 1944 dan awal 1945 dalam usaha mereka
untuk merebut jembatan utama Kurland yang dikuasai Jerman. Setelah
pasukan inti Jerman menyerah, Riekstins (dia adalah salah satu dari 12
orang peraih Ritterkreuz asal Latvia) tetap melanjutkan perjuangannya,
dan gigih keluar-masuk hutan demi memerangi pasukan pendudukan Soviet
sampai 14 tahun lamanya setelah penyerahan tanpa syarat Jerman! Ini
merupakan perlambang dari sengitnya perlawanan defensif Jerman di
Kurland dan determinasi para prajurit yang menjalaninya. Di akhir Perang
Dunia II, Heeresgruppe Kurland
berhasil bertahan selama delapan bulan lamanya melawan serangan massal
yang terus menerus dari musuh yang berkekuatan berkali-kali lipat, dan
baru menyerah setelah Jerman sendiri menyerah tanggal 8 Mei 1945! Pita
lengan KURLAND, penghargaan terakhir dari jenisnya, diproduksi dan
didistribusikan untuk memperingati para prajurit yang berjibaku dalam
salah satu pertempuran paling brutal dalam Perang Dunia II, yang
sayangnya tidak banyak diketahui dan "tertutup" oleh
pertempuran-pertempuran lain semacam Market Garden atau Pertempuran
Bulge.
Kembali
kepada cerita tentang Partisan Nasional Latvia. Ada beberapa alasan
kenapa perlawanan mereka berakhir di tahun 1956. Kemundurannya sendiri
dimulai dari sejak tahun 1949 ketika pada tanggal 25 Maret Otoritas
Soviet memerintahkan deportasi 41.811 orang Latvia ke Siberia. Mereka
berharap bahwa deportasi ini dapat mengurangi jumlah orang-orang yang
bergabung dengan Partisan secara signifikan. Dengan hilangnya pendukung
utama mereka, para gerilyawan yang bertempur di hutan-hutan menjadi
kesulitan untuk bertahan hidup, belum lagi semakin gencarnya patroli dan
sweeping yang dilakukan oleh Rusia. Kematian si sadis Stalin pada
tanggal 5 Maret 1953 (perhatikan angka uniknya: 5-3-53!) semakin
meyakinkan para partisan ini untuk menyerah. Mereka menggunakan istilah
ini sebagai "melegalisasi diri".
Pada
tanggal 8 Januari 1957, Deputi Komandan KGB di Latvia, Kolonel
Velikanov, secara resmi mengumumkan di depan Ketua Dewan Menteri SSR
Latvia bahwa di periode musim gugur 1944 s/d Desember 1956, tercatat
2.407 partisan (atau "bandit" seperti yang disebut dalam laporannya)
telah terbunuh atau bunuh diri, 4.370 ditangkap dan dihukum, serta 3.973
melegalisasi diri (menyerah).
Kelihatannya
angka-angka ini tidaklah besar, tapi bila kita membandingkan
proporsinya dengan jumlah penduduk Latvia secara keseluruhan, maka bila
ini terjadi di Inggris saat ini berarti 300.000 orang menjadi gerilyawan
dan 1.200.000 orang dideportasi.
Sebenarnya,
ada pula beberapa kejadian serupa dimana unit-unit tentara Jerman tidak
meletakkan senjata setelah penyerahan bulan Mei tahun 1945. Dalam
bukunya yang berjudul “Werwolf, The History of the National Socialist
Guerilla Movement 1944-46” (University of Toronto Press, ISBN
0-8020-0862-3), Perry Biddiscombe membuat daftar contoh-contoh kejadian
serangan terhadap pasukan Sekutu yang terjadi pasca-perang, terutama di
Harzgebirge, Silesia (wilayah Oppeln/Gogolin), Bavaria dan Austria.
Bahkan beberapa kelompok SS tidak “turun gunung” dari persembunyian
mereka di pegunungan sampai dengan akhir tahun 1951, dan bergantung
hidup dari sumber daya alam yang ada sekaligus simpati penduduk
setempat. Beberapa kali sempat terjadi kontak senjata antara orang-orang
yang pantang menyerah ini dengan pasukan pendudukan Sekutu.
0 komentar: