Surat-Surat Terakhir Dari Stalingrad
07.22
By
Fajar Muhammad Rivai
Kumpulan Artikel Tentang Nazi
0
komentar
Tanggal 23 Januari 1943 pesawat Jerman terakhir meninggalkan Stalingrad.
Pada saat itulah ribuan pasukan Jerman yang sudah terkepung oleh
Tentara Merah Soviet di Stalingrad menyadari bahwa mereka tak akan
kembali lagi ke tanah air nya. Hitler tidak akan menyelamatkan mereka
seperti yang dia gembar gemborkan sebelumnya. Pesawat terakhir itu
membawa ribuan surat terakhir dari tentara-tentara Jerman yang
"diterlantarkan untuk mati" tanpa suplai amunisi dan makanan.
Surat-surat terakhir yang ditujukan kepada orang-orang yang mereka
sayangi. kebanyakan surat-surat itu berisi keputusasaan dan salam
perpisahan. Surat-surat tersebut awalnya diperintahkan untuk dimusnahkan
oleh petinggi militer Jerman.
Beberapa surat terakhir berhasil diselamatkan dan
dipublikasikan, salah satunya dalam buku "Neraka di Stalingrad" karya Franz Schneider. Beberapa petikan dari surat-surat tersebut :
Surat ke 1
Pada malam yang indah ini, Andromeda dan Pegasus berada tepat diatas kepalaku. Aku memandanginya lama-lama; sebentar lagi aku akan berada sangat dekat dengannya. Aku berhutang kedamaian dengan sepenuh hati pada bintang-bintang, dan bagiku kaulah bintang tercantik diantara mereka semua. Bintang-bintang itu kekal, akan tetapi hidup manusia bagaikan sepercik debu ditengah jagad raya
Pada malam yang indah ini, Andromeda dan Pegasus berada tepat diatas kepalaku. Aku memandanginya lama-lama; sebentar lagi aku akan berada sangat dekat dengannya. Aku berhutang kedamaian dengan sepenuh hati pada bintang-bintang, dan bagiku kaulah bintang tercantik diantara mereka semua. Bintang-bintang itu kekal, akan tetapi hidup manusia bagaikan sepercik debu ditengah jagad raya
Surat ke 6
... hanya tersisa dua jalan; ke surga atau Siberia
... hanya tersisa dua jalan; ke surga atau Siberia
Surat ke 10
Kami diharapkan mati dengan heroik, mengilhami dan menyentuh hati, dari keyakinan hati dan untuk suatu alasan yang hebat. Tetapi dalam kenyataannya bagaimanakah sesungguhnya kematian itu disini? Disini mereka mengerang, kelaparan sampai mati, membeku sampai mati.
...........................................
Mereka berjatuhan seperti lalat; tidak ada yang peduli dan tidak ada yang menguburkan mereka. Mereka bergeletakan dimana-mana, buntung tanpa kaki atau tangan dan tanpa mata, dengan perut robek menganga. Orang harus membuat film tentang ini; kenyataan ini akan membuat film "kematian paling indah sedunia" selamanya menjadi mustahil diciptakan. Ini adalah kematian yang hanya cocok untuk binatang; kelak mereka akan membuat tampak suci di atas pahatan dinding granit bertuliskan "Serdadu yang gugur"
Kami diharapkan mati dengan heroik, mengilhami dan menyentuh hati, dari keyakinan hati dan untuk suatu alasan yang hebat. Tetapi dalam kenyataannya bagaimanakah sesungguhnya kematian itu disini? Disini mereka mengerang, kelaparan sampai mati, membeku sampai mati.
...........................................
Mereka berjatuhan seperti lalat; tidak ada yang peduli dan tidak ada yang menguburkan mereka. Mereka bergeletakan dimana-mana, buntung tanpa kaki atau tangan dan tanpa mata, dengan perut robek menganga. Orang harus membuat film tentang ini; kenyataan ini akan membuat film "kematian paling indah sedunia" selamanya menjadi mustahil diciptakan. Ini adalah kematian yang hanya cocok untuk binatang; kelak mereka akan membuat tampak suci di atas pahatan dinding granit bertuliskan "Serdadu yang gugur"
Surat ke 12
Tak ada lagi yang bisa mengatakan padaku bahwa para serdadu mati dengan kata-kata "Deutschland" atau "Heil Hitler" di bibir mereka. Sudah pasti ada banyak orang yang mati; tapi kata-kata terakhir yang terucap dibibir mereka adalah "Ibu" atau nama seseorang yang dekat, atau hanya sebuah jeritan minta tolong.
Tak ada lagi yang bisa mengatakan padaku bahwa para serdadu mati dengan kata-kata "Deutschland" atau "Heil Hitler" di bibir mereka. Sudah pasti ada banyak orang yang mati; tapi kata-kata terakhir yang terucap dibibir mereka adalah "Ibu" atau nama seseorang yang dekat, atau hanya sebuah jeritan minta tolong.
Surat ke 25
Maria sayang, selama ini aku hanya melakukan pekerjaan yang sia-sia. Sersan kepala bilang ini akan menjadi surat terakhir sebab tak akan ada lagi pesawat terbang yang berangkat. Aku tak bisa berbohong. Dan sekarang aku tak akan bisa pulang samasekali. Seandainya aku bisa melihatmu sekali lagi; betapa menyedihkan! Saat kau nyalakan lilin, ingatlah suamimu di Stalingrad.
Maria sayang, selama ini aku hanya melakukan pekerjaan yang sia-sia. Sersan kepala bilang ini akan menjadi surat terakhir sebab tak akan ada lagi pesawat terbang yang berangkat. Aku tak bisa berbohong. Dan sekarang aku tak akan bisa pulang samasekali. Seandainya aku bisa melihatmu sekali lagi; betapa menyedihkan! Saat kau nyalakan lilin, ingatlah suamimu di Stalingrad.
Surat ke 28
Aku berusaha jujur menuliskan ini. Kaki kananku hancur total dan diamputasi di bawah lutut. Yang kiri diamputasi di bawah paha. Dokter bilang dengan protesis aku bisa berjalan kembali seperti orang normal. Dokter itu orang baik dan aku tahu ia bermaksud baik. Kuharap ia benar. Kadang aku berharap mati, tetapi itu dosa besar dan orang tak boleh berkata seperti itu. Disamping kananku berbaring seorang prajurit yang kehilangan tahan dan hidungnya. Saat aku bertanya padanya apa yang akan ia lakukan kalau menangis, ia menjawab, "Tak ada seorangpun disini yang akan punya kesempatan menangis lagi. Tidak lama lagi orang lain yang akan menangisi kita."
Aku berusaha jujur menuliskan ini. Kaki kananku hancur total dan diamputasi di bawah lutut. Yang kiri diamputasi di bawah paha. Dokter bilang dengan protesis aku bisa berjalan kembali seperti orang normal. Dokter itu orang baik dan aku tahu ia bermaksud baik. Kuharap ia benar. Kadang aku berharap mati, tetapi itu dosa besar dan orang tak boleh berkata seperti itu. Disamping kananku berbaring seorang prajurit yang kehilangan tahan dan hidungnya. Saat aku bertanya padanya apa yang akan ia lakukan kalau menangis, ia menjawab, "Tak ada seorangpun disini yang akan punya kesempatan menangis lagi. Tidak lama lagi orang lain yang akan menangisi kita."
Surat ke 38
Besok aku akan menapakkan kakiku ke jembatan terakhir. Itu cara sastra untuk mengatakan "kematian," tetapi seperti yang kau tahu, aku selalu ingat mengatakan sesuatu dengan kiasan, karena aku senang bermain-main dengan kata-kata dan bunyi. Ulurkan tanganmu, hingga perjalananku menyeberangi jembatan itu tidak terasa berat.
Besok aku akan menapakkan kakiku ke jembatan terakhir. Itu cara sastra untuk mengatakan "kematian," tetapi seperti yang kau tahu, aku selalu ingat mengatakan sesuatu dengan kiasan, karena aku senang bermain-main dengan kata-kata dan bunyi. Ulurkan tanganmu, hingga perjalananku menyeberangi jembatan itu tidak terasa berat.
Surat ke 39
Dan sekarang tentang perkara pribadi. Ayah bisa percaya bahwa semua akan berakhir dengan terhormat. Usiaku masih tiga puluh lebih sedikit, aku tahu. Tidak ada sakit hati. Jabat tangan buat Lydia dan Helena. Peluk cium untuk ibu (hati-hati, Yah, perhatikan kesehatan jantungnya) Salam cium untuk Gerda, salam untuk semua. Hormat, Ayah. Letnan Satu ---- dengan hormat memberikan laporan keberangkatannya.
Dan sekarang tentang perkara pribadi. Ayah bisa percaya bahwa semua akan berakhir dengan terhormat. Usiaku masih tiga puluh lebih sedikit, aku tahu. Tidak ada sakit hati. Jabat tangan buat Lydia dan Helena. Peluk cium untuk ibu (hati-hati, Yah, perhatikan kesehatan jantungnya) Salam cium untuk Gerda, salam untuk semua. Hormat, Ayah. Letnan Satu ---- dengan hormat memberikan laporan keberangkatannya.
Sumber : http://alifrafikkhan.blogspot.com
0 komentar: