Pembalasan La Regia Marina Dalam Serangan Ke Alexandria
16.47
By
Fajar Muhammad Rivai
Sekutu Nazi Jerman
0
komentar
SLC (Siluro a Lento Corsa), senjata rahasia Italia di Perang Dunia II
HMS Valiant
HMS Queen Elizabeth
Capitano Vincenzo Martellotta, salah seorang penunggang SLC
Setelah mengalami kekalahan atas Inggris dalam Pertempuran Tanjung Matapan (28 Maret 1941), Regia Marina (Angkatan Laut Italia) mulai menyusun rencana pembalasan. Rencana balas dendam ini sebenarnya termasuk bagian dari komando operasi komando elit Decima Flottiglia MAS sejak tahun 1940 sebagai upaya melumpuhkan kekuatan angkatan laut Inggris di pelabuhan Alexandria. Senjata yang akan digunakan ialah senjata khusus yang ujungnya dilengkapi hulu ledak seberat 220 kg. Senjata bawah air ini disebut SLC (Siluro a Lento Corsa).
SLC sendiri adalah torpedo yang membutuhkan penunggang untuk mengendalikannya, dan merupakan senjata rahasia Italia di Perang Dunia II. Torpedo ini memiliki panjang 5,5 m dengan diameter 0,5 m dan digerakkan oleh sebuah motor listrik dengan kecepatan 4 km/jam. Senjata ini mampu menjangkau jarak hingga 16 km. Selain itu, senjata ini juga dapat bergerak hingga di kedalaman 30 m, cukup aman untuk bersembunyi dari pantauan kapal-kapal pengintai.
Satu bulan kemudian Italia mengirimkan kapal selam Gondar yang membawa 3 SLC beserta 6 operator SLC dan 2 cadangan menuju Alexandria. Di antara para operator itu ada Tenente (Letnan) Elios Toschi sang penemu SLC. Tetapi di perjalanan mereka dipergoki kapal perusak Australia HMAS Stuart dan langsung dihujani serangan. Gondar mendapat kerusakan namun masih mampu menyelam. Kesialan tidak berhenti sampai disini. Keesokan harinya ketika harus naik ke permukaan untuk mengisi baterai, Gondar dipergoki pesawat patroli Short Sunderland dan diserang. Spontan Gondar lumpuh.
Menyadari serangan ke Alexandria tidak mungkin dilakukan, Capitano (Kapten) Fransesco Brunetti memerintahkan awaknya untuk meninggalkan Gondar. Khawatir Gondar akan jatuh ke tangan Inggris, ia pun memerintahkan agar menenggelamkan Gondar. Semua awak yang selamat ditawan termasuk Tenente Elios Toschi. Namun ia berhasil melarikan diri dan mencapai pelabuhan di Goa, India. Setelah repatriasi, ia berhasil pulang ke Italia dan kembali bergabung dengan Regia Marina.
Setelah mempelajari kegagalan-kegagalan yang terjadi, Regia Marina mulai mempelajari dengan seksama gerak-gerik musuhnya. Akhirnya diputuskan kapal-kapal yang akan dijadikan target penyerangan: HMS Furious, HMS Valliant dan HMS Queen Elizabeth (kapal bendera Laksamana Sir Andrew Cunningham).
Pada 3 Desember 1941, operasi dilaksanakan. Dengan menggunakan kapal selam Scirè, mereka membawa diam-diam 3 SLC meninggalkan pangkalan La Spezia. Dalam waktu 6 hari perjalanan mereka di Leros, Yunani. Setiap awak di dalamnya siaga satu, tidak ada seorang pun yang boleh meninggalkan kapal meski untuk sekedar membeli rokok. Demi kerahasiaan operasi, intelijen Italia memberi rumor bahwa kapal selam Scirè mengalami kerusakan yang menyebabkannya harus berlabuh di Leros untuk diperbaiki.
Beberapa hari kemudian, pesawat amfibi yang membawa 10 anggota Regia Marina datang. Mereka lah yang akan menunggangi SLC dalam operasi yang mendapat sebutan Operasi GA-3 ini, yaitu:
1. SLC 221, ditunggangi oleh Capitano Luigi Durand De La Penne dan Tenente Emilio Bianchi. Target mereka adalah HMS Valiant.
2. SLC 222, ditunggangi oleh Capitano Antonio Marceglia dan Tenente Spartaco Schergat dengan target HMS Queen Elizabeth
3. SLC 223, ditunggangi oleh Capitano Vincenzo Martellotta dan Tenente Mario Marino dengan target HMS Furious atau HMS Illustrious.
Malam hari pada tanggal 18 Desember 1941, kapal selam Scirè dibawah komando Capitano Junio Borghese mendekati Alexandria. Setelah situasi dirasa aman, Scirè mulai naik ke permukaan. Sebelum para penunggang SLC berangkat, Il Capitano memberi taklimat. Jika misi berhasil, mereka akan dijemput di Rosetta. Namun jika misi gagal atau dibatalkan, mereka akan dianggap hilang atau tewas.
Kendala muncul saat mereka hampir tiba di Alexandria, yakni jaring baja anti kapal selam. Hal ini yang kurang dicermati oleh intelijen Italia. Sangat tidak mungkin untuk menggergaji jaring baja ini. Akhirnya kesempatan datang ketika pukul 02.30 dini hari tanggal 19 Desember 1941, tiga kapal perusak dan satu kapal pengangkut hendak memasuki Alexandria. Melihat keberuntungan menghampiri mereka, Capitano De La Penne dan kawan-kawan segera mengikuti konvoi itu dari belakang. Setelah berhasil memasuki Alexandria, mereka berpencar mencari sasaran masing-masing.
De La Penne dan Bianchi tidak kesulitan menemukan HMS Valiant. Namun kapal ini juga dilindungi oleh jaring baja anti kapal selam. Mereka pun mencoba mendorong sekuat tenaga. Tetapi saat akan berhasil, SLC mereka menyentuh sisi kapal. Ujung SLC yang bermagnet dan tangan mereka yang mulai membeku membuat SLC sulit ditarik. Bianchi mencoba mencari cara lain, namun peralatan renang miliknya rusak. Ia pun terhempas ke permukaan bagaikan torpedo yang melesat. Kini tinggal De La Penne yang bekerja sendirian. Ia langsung memasang waktu peledak dan meninggalkan HMS Valliant dengan cepat. Bukannya melarikan diri, dengan kesetiaan kawannya ia malah menyertai Bianchi hingga mereka tertangkap.
Marceglia dan Schergant juga berhasil menemukan HMS Queen Elizabeth. Mereka segera memasang waktu peledak dan buru-buru naik ke daratan. Setelah mencabut semua atribut kemiliteran, mereka kemudian mengenakan seragam sipil dan langsung mencari jalan menuju Rosetta. Mereka tertangkap akibat keteledoran intelijen Italia, saat mereka membelanjakan mata uang Inggris yang sudah tidak berlaku.
Nasib sial juga menghampiri Martellotta dan Marino. Mereka tidak menemukan target meski sudah berkeliling mencari target. Belakangan target yang mereka cari sudah meninggalkan Alexandria, 2 hari yang lalu. Setelah bosan berkeliling mereka akhirnya memilih target lain, kapal tanker besar Sargona yang berbobot 7.750 ton milik Norwegia. Tepat di sebelah Sargona ada kapal perusak HMS Jervis. Mereka akhirnya tertangkap juga saat mencapai daratan oleh patroli Inggris yang mulai bersiaga setelah tertangkapnya De La Penne dan Bianchi. Mereka langsung dibawa ke markas intelijen Royal Navy. Keempat manusia katak ini kontan diinterogasi habis-habisan. Namun mereka tetap "tutup mulut".
Sir Andrew pun terbangun dari tidurnya, dan memerintahkan penyelam untuk menyisir seluruh pelabuhan. Namun sia-sia saja karena waktu yang mereka miliki sangat sempit.
Ledakan pertama pun terjadi dari kapal Sargona. Sir Andrew bahkan sampai terpental. HMS Jervis turut mendapat kerusakan parah. Ledakan kedua menyusul dari HMS Queen Elizabeth. Kapal ini bahkan terangkat lima kaki dari permukaan air akibat ledakan dari bawah. Dan yang terakhir ledakan dari HMS Valliant.
Setelah peristiwa itu Italia tidak pernah mengusahakan pembebasan mereka.
3. SLC 223, ditunggangi oleh Capitano Vincenzo Martellotta dan Tenente Mario Marino dengan target HMS Furious atau HMS Illustrious.
Malam hari pada tanggal 18 Desember 1941, kapal selam Scirè dibawah komando Capitano Junio Borghese mendekati Alexandria. Setelah situasi dirasa aman, Scirè mulai naik ke permukaan. Sebelum para penunggang SLC berangkat, Il Capitano memberi taklimat. Jika misi berhasil, mereka akan dijemput di Rosetta. Namun jika misi gagal atau dibatalkan, mereka akan dianggap hilang atau tewas.
Kendala muncul saat mereka hampir tiba di Alexandria, yakni jaring baja anti kapal selam. Hal ini yang kurang dicermati oleh intelijen Italia. Sangat tidak mungkin untuk menggergaji jaring baja ini. Akhirnya kesempatan datang ketika pukul 02.30 dini hari tanggal 19 Desember 1941, tiga kapal perusak dan satu kapal pengangkut hendak memasuki Alexandria. Melihat keberuntungan menghampiri mereka, Capitano De La Penne dan kawan-kawan segera mengikuti konvoi itu dari belakang. Setelah berhasil memasuki Alexandria, mereka berpencar mencari sasaran masing-masing.
De La Penne dan Bianchi tidak kesulitan menemukan HMS Valiant. Namun kapal ini juga dilindungi oleh jaring baja anti kapal selam. Mereka pun mencoba mendorong sekuat tenaga. Tetapi saat akan berhasil, SLC mereka menyentuh sisi kapal. Ujung SLC yang bermagnet dan tangan mereka yang mulai membeku membuat SLC sulit ditarik. Bianchi mencoba mencari cara lain, namun peralatan renang miliknya rusak. Ia pun terhempas ke permukaan bagaikan torpedo yang melesat. Kini tinggal De La Penne yang bekerja sendirian. Ia langsung memasang waktu peledak dan meninggalkan HMS Valliant dengan cepat. Bukannya melarikan diri, dengan kesetiaan kawannya ia malah menyertai Bianchi hingga mereka tertangkap.
Marceglia dan Schergant juga berhasil menemukan HMS Queen Elizabeth. Mereka segera memasang waktu peledak dan buru-buru naik ke daratan. Setelah mencabut semua atribut kemiliteran, mereka kemudian mengenakan seragam sipil dan langsung mencari jalan menuju Rosetta. Mereka tertangkap akibat keteledoran intelijen Italia, saat mereka membelanjakan mata uang Inggris yang sudah tidak berlaku.
Nasib sial juga menghampiri Martellotta dan Marino. Mereka tidak menemukan target meski sudah berkeliling mencari target. Belakangan target yang mereka cari sudah meninggalkan Alexandria, 2 hari yang lalu. Setelah bosan berkeliling mereka akhirnya memilih target lain, kapal tanker besar Sargona yang berbobot 7.750 ton milik Norwegia. Tepat di sebelah Sargona ada kapal perusak HMS Jervis. Mereka akhirnya tertangkap juga saat mencapai daratan oleh patroli Inggris yang mulai bersiaga setelah tertangkapnya De La Penne dan Bianchi. Mereka langsung dibawa ke markas intelijen Royal Navy. Keempat manusia katak ini kontan diinterogasi habis-habisan. Namun mereka tetap "tutup mulut".
Sir Andrew pun terbangun dari tidurnya, dan memerintahkan penyelam untuk menyisir seluruh pelabuhan. Namun sia-sia saja karena waktu yang mereka miliki sangat sempit.
Ledakan pertama pun terjadi dari kapal Sargona. Sir Andrew bahkan sampai terpental. HMS Jervis turut mendapat kerusakan parah. Ledakan kedua menyusul dari HMS Queen Elizabeth. Kapal ini bahkan terangkat lima kaki dari permukaan air akibat ledakan dari bawah. Dan yang terakhir ledakan dari HMS Valliant.
Setelah peristiwa itu Italia tidak pernah mengusahakan pembebasan mereka.
0 komentar: